Karena penasaran ingin melihat akting Aming dalam sebuah film “serius”, maka kemarin aku bela-belain nonton bersama istri film terbarunya yang berjudul “Doa Yang Mengancam“. Film besutan sutradara Hanung Bramantyo ini diadaptasi dari cerpen karya Jujur Prananto berjudul Jejak Tanah, Cerpen Pilihan KOMPAS 2002. Film produksi Sinemart ini menampilkan juga aktor-aktor yang sudah cukup dikenal seperti Titi Kamal, Ramzi, Nani Wijaya, Dedi Sutomo dan Cici Tegal.
Berikut sinopsisnya yang ku ambil dari 21cineplex.com:
Madrim (Aming), seorang kuli angkut, merasa dirinya bernasib paling malang di dunia. Kawannya, Kadir (Ramzi), seorang penjaga mushola menyarankan agar Madrim rajin sholat. Madrim mengikuti nasihat ini tapi nasibnya tak kunjung berubah. Sebuah peristiwa perampokan mengilhami Madrim. Dalam doanya ia mengancam Tuhan dan memberi tenggat waktu tiga hari. Jika doanya tidak terkabul, ia akan berpaling ke setan
Pada hari ketiga, petir menyambar Madrim dan ia jatuh pingsan. Ia ditolong penduduk desa. Setelah sadar, tiba-tiba Madrim memiliki kemampuan yang dapat mengetahui keberadaan seseorang hanya dengan melihat fotonya. “Kemampuan melihat” ini dimanfaatkan polisi untuk melacak keberadaan para buron. Puluhan buron berhasil ditangkap polisi atas “petunjuk” Madrim
Hal ini meresahkan Tantra (Dedi Sutomo), seorang “buron kerah putih” yang kaya raya. Ia menculik Madrim dan menahan di apartemennya dengan memberinya gaji buta dan pengawalan ketat. Madrim pun seketika hidup berkecukupan. Madrim lagi-lagi mengancam Tuhan agar ia dibebaskan dari “kemampuan lebih”-nya yang ternyata justru menyiksa dirinya. Kadir menduga, jangan-jangan “kemampuan lebih” itu bukan pemberian Tuhan, tapi pemberian setan. Maka Madrim pun “menggugat setan”
Lagi-lagi Madrim mengalami koma. Setelah siuman, ia bukannya kehilangan kemampuan, tapi kemampuannya justru bertambah. Ia bukan saja bisa melihat gambaran seseorang saat ini, tapi juga gambaran di masa mendatang! Dalam tempo singkat kekayaan Madrim meningkat. Tapi ia tak kunjung bahagia karena ia justru tak mampu melacak keberadaan istrinya sendiri. Ia pun memohon pada Tuhan agar dipertemukan dengan istrinya (Titi Kamal).
Doanya pun terkabulkan, tapi kenyataan yang diterimanya sangatlah pahit. Istrinya jadi pelacur! Karena malu, istrinya pun bunuh diri dengan melompat dari atap apartemen tempat Madrim tinggal. Madrim sangat kecewa. Doa yang dipanjatkannya dikabulkan, tapi melebihi dari harapannya…!
Secara keseluruhan aku suka dengan film ini. Gambar-gambar yang diambil sangat bagus dan tidak biasa. Salut buat Hanung sang sutradara dan Faozan Rizal sang kamerawan. Lokasi-lokasi yang kontras mampu dihadirkan dengan baik, seperti pasar tradisional yang kotor versus mal yang sangat bersih, atau rumah kumuh versus apartemen mewah. Bahkan pengambilan gambar di atap sebuah apartemen yang sangat tinggi, mampu menghadirkan efek “ngilu”. Pokoknya top lah… (berlebihankan?)
Dari segi akting, Aming telah berusaha keluar dari imej komedian yang kebanci-bancian. Terlihat usahanya untuk total. Aku salut dengan itu, meski masih terasa sedikit kurang. Toh, itu tidak mengurangi esensi cerita. Malah menurutku, akting terbaiknya ada pada klimaks cerita, yakni ketika Madrim berada pada ujung kekecewaan atas terkabulkannya doanya. Dia meminta Tuhan mencabut kembali semua anugerahnya dan mengembalikannya ke keadaan semula. Terlihat pergulatan psikologis yang hebat. Aming mampu tampil sebagai seseorang yang sedang terganggu jiwanya. Hebat..!
Film ini bertambah bagus juga berkat dukungan soundtrack yang apik dari Tya Subiyakto. Musik-musik yang dihadirkan mampu menggugah emosi. Di sini lah kehebatan Hanung menurutku, film-filmnya memiliki citarasa musik yang hebat. Andaikan Laskar Pelangi bisa seperti ini, tentulah akan jauh lebih luar biasa.
Yang teristimewa tentulah pembelajaran yang menjadi misi film ini.
Kita, sebagai manusia dikala bertemu dengan jalan buntu, seringkali menyalahkan Tuhan atas keadaan itu. Ketundukan kita kepada Tuhan seringkali dilakukan dengan sebuah syarat, yakni Tuhan harus mengabulkan segala pinta kita. Penyembahan kepada Tuhan dijalankan dengan tidak ikhlas dan sabar. Ibadah yang kita lakukan, selalu berujung pada pengharapan terpenuhinya keinginan diri kita sendiri.
Prasangka buruk juga sering kita lontarkan kepada Tuhan. Seakan-akan Tuhan tidak bersama kita. Doa-doa yang dipanjatkan dirasa tidak terkabulkan sama sekali. Film ini menunjukkan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap doa-doa yang kita panjatkan. Pengabulan doa, ternyata dilakukan Tuhan dengan cara yang berbeda-beda; langsung, ditunda atau dengan bentuk lain. Sebagai manusia, kita harus sadar sepenuhnya bahwa semua yang kita dapati ini adalah anugerah dari Tuhan. Yang membedakan antara orang sholeh dengan tidak adalah sikapnya dalam menerima anugerah itu. Film ini mengajarkan kita tentang itu.
Bagi yang punya kesempatan, lebih baik tonton film ini. Saran saya, bebaskanlah pikiran anda ketika menontonnya dari espektasi yang aneh-aneh. Nikmati saja, insya Allah akan ada pencerahan di sana… 🙂
Pesan inyiak: “Usaha tanpa doa adalah kesombongan, doa tanpa usaha adalah kesia-siaan“
ps. aku kok baru sadar, tiga kali berturut-turut postinganku bertemakan DOA… hehe… 🙂
Doa yang Mengancam.
Dari judulnya aja udah penasaran banget…
Makasih udah dikasih reviewnya ya, Uda! 🙂
Membaca posting ini, aku jadi inget sama salah satu lagu Alm. Chrisye feat. Ahmad Dani, yang judulnya : Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada.
Kalau tidak ada ganjaran-ganjaran seperti itu, apakah kita tetap berdoa kepada yang Maha Menciptakan Segala Sesuatunya?
Apakah kita tetap menjadi orang yang menjaga tingkah laku kita?
Apakah kita malah jadi orang paling tidak beradap yang pernah ada?
Ah, Uda.
Cinta kepada Tuhan memang sebaiknya cinta yang tanpa syarat. Cinta, karena kita memang mencintai-Nya. MenghargaiNya. Karena kita merasa bahwa kita membutuhkan untuk mencintaiNya.
Dan oh ya.. jadi inget
Film ini juga menyadarkan aku pada satu hal:
Becareful of what you’ve wished for
Karena memang, segalanya lebih indah jika tepat pada waktunya.. 🙂
Salam, Uda
Maaf saya cerewet banget ya!
_____________________
HHHmmm … satu lagi hal yang menarik ini …
Musiknya bagus kah …
Must watch film nih keknya …
Thanks Uda …
BTW … Tya Subiyakto yang menggarap Musiknya … ???
wah hebat juga tu anak sekarang …
(mantan murid di Bina Vokalia … duluuuu sekali)
hehehe
_____________________
hmmm… jadi pengen nonton….
mampir Uda…
saya Yessy..temen narsis nya Lala..dan ngaku ngaku keponakan Cybernya Om TRainer..heheh
Ini film yang Titi kamal di kritik sampe nangis ya Uda?
Gimana akting dia..seburuk itukah..
ahh..Yessy harus nonton film ini juga sepertinya
Thx for the review ya Uda 🙂
______________________
Wah, jadi kepingin nonton.
Gue pikir film ecek2, rupanya berisi juga.
Promonya di i-radio memang gencar setiap hari, tapi gue nggak penasaran.
Setelah baca postingan ini baru penasaran.
Thanks, Bro
______________________
kayaknya saya musti nonton film ini pulang nanti deh.
wah, bener-bener review da vizon bikin penasaran, critical appraisal-nya jelas, lengkap dari segala aspek yang penting.
ya, siapa lagi yang mau bangga dan me-review film indonesia kalau bukan orang indonesia sendiri ya, da?
(btw, bisa dong minta honor iklan dari produser? deeuu…)
______________________
hihihi saya juga pengen nonton nichh film
____________________
Kelihatannya semuanya sudah pada bangkit berkarya. tergantung kita-kita nya lagi. 😀
____________________
kabarnya aming mainnya bagus banget ya…saya ngefans aming tuhhh
_____________________
aku dah ngalami semuanya, bro!
ketika aku mencari Dia, agar setidaknya berkenan mengirimkan MalaikatNya, sekedar menunjukkan keberadaanNya…
Gila,
dahsyat man!
aku, paling tidak, jadi pernah mendengar serentetan nama Malaikat yang harus aku panggil; Ruqayail, samsamail, anyail, kasfayail, sharfayail, thahitam ghiyalin yalin!
Asyik bro!
bila Dia tidak kabulkan permintaanku, aku akan menghamba kepada siapapun yang menolongku! (Anjrit! [sorry bahasa anak gaul]).
Lalu,
kepada siapa kita nak kembali, bro?!
____________________
dengan hanya membaca sinopsis saja, sudah takjub dengan jalan ceritanya. Apalagi setelah menontonnya? Doa bisa mendekatkan hati kita pada sang khalik..
Terima kasih uda alah “mancogok” di blog ambo..
Blog ini rajin saya kunjungi…
_____________________
kebetulan saya sudah baca cerpennya di uku cerpil Kompas. Jadinya pengen lihat filmnya juga.
____________________
saya udah nonton mas, keren. Tapi mukjizat yang ia dapat sempat juga bikin ia lupa diri ya? semoga dengan mukjizat itu ia jadi sadar dan mengakui kasih sayang tuhan padanya
____________________
hmmm musti tunggu jadi DVD dulu nih…
Tapi saya ingin sekali nonton film ini jadinya.
(dan bahan pelajaran yang bagus untuk mahasiswa saya)
Terima kasih reviewnya
EM
____________________
the power of dua
“maka berdoalah kamu pada-KU, niscaya akan KU kabulkan”
(Hadits Qudsi))
____________________
judul-nya memang bikin penasaran, juga pemainnya terutama Aming …
_____________________
mampir boz…… sukses selalu sahabat….!
____________________
aku blom nonton…. aku pikir paling habis ini keluar VCDnya 😀
gue suka banget akting disini terutama ketika dia nangis sambil ketawa ketika ditagih duit sewa rumah .MANTAP
gak suka tuh….. aktingnya aming ya begitu aja, bedanya ama di extravaganza apa? usaha Hanung kurang dalam memvisualisasikan “kelebihan” madrim dalam menerawang….
trus dedicated to “My Noura” maksudnya apa ya???
ini film dari awal sudah jd incaran dan saya agendakan supaya
jgn terlewat tuk menntonnya….jadi penasaran…
sayang dikota saya beleum juga main neh 😦
ciek lai da…emg kita sebagai makhluk tugasnya bersyukur bukannya meminta yg mcm2 apalagi menggugat Allah…
Allah tau apa yang terbaik buat tiap2 makhluknya….
semoga kita termasuk golongan yg bersyukur deh….
om aku sangat butuh banget tentang film ini…..
kagak tau kenapa tiba”
guru bahasa indonesia menyuruh anak pemalas seperti saya untuk membuat tugas ilmiah atau apalah jadi ……….
pokoknya gue butuh data kayak gini buat tugas ku……..
thx’s B’fore
mahasiswa saya harus bisa berbahasa Indonesia, kalau tidak, tidak dapat sks dari saya. Karena memang saya mengajar bahasa Indonesia Uda.
EM