“Abang ditempatkan di STAIN Curup!”
“Curup?, dimana itu?”
“Bengkulu bang”
“Apa tidak bisa ditukar?”
“Tidak bang!”
Dialog sembilan tahun yang lalu itu masih terekam dengan jelas di benakku. Ketika itu sahabatku Qohar menelpon memberitahukan penempatanku sebagai dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup. Aku sangat kaget menerima kenyataan itu. Betapa tidak? Melalui program pembibitan calon dosen IAIN/STAIN se-Indonesia yang aku ikuti, aku merupakan utusan dari IAIN Pekanbaru, tempat asalku. Seharusnya, di situlah aku ditempatkan. Tapi ini tidak…! ah, galaunya diriku!
Setelah berkonsultasi dengan istri, aku putuskan untuk ke Jakarta keesokan harinya; berikhtiar agar dapat “dikembalikan” ke Pekanbaru. Terbayang betapa kacaunya kehidupan yang telah aku susun selama ini bila aku pindah ke Curup. Usaha kami? Taman Bocah kami? Duh… mau diapakan nanti? Berbagai pertanyaan mondar-mandir di benakku.
Akhirnya, setelah melewati banyak hari dan banyak orang di Departemen Agama Pusat, akupun sampai pada sebuah kesimpulan; menerima penempatanku di STAIN Curup atau melepas kesempatan menjadi pegawai negeri. Untuk kembali ke Pekanbaru sudah tidak mungkin, karena konsekwensi yang akan terjadi adalah, kawanku yang ditempatkan di Pekanbaru akan menggantikanku di Curup. Tentu saja itu akan menyakiti dirinya. Sama sekali aku tidak mau itu.
Aku hampir sampai pada keputusan untuk melepas kesempatan itu, dan melanjutkan rintisan usaha yang telah aku bangun di Pekanbaru, hingga ayahku menelpon dan kami terlibat dalam pembicaraan serius.
“Kamu serius mau melepas kesempatan itu?”
“Iya Pa, aku serius”
“Sudah kamu pikirkan matang-matang?”
“Sudah, tapi belum matang benar, menurut Papa bagaimana baiknya?”
“Tanyakan pada hati kecilmu, apa yang kamu mau dalam hidup ini? Dari dulu cita-citamu apa?”
“Jadi dosen!”
“Kenapa dosen?”
“Karena, dengan menjadi dosen, aku bisa mendidik calon politisi, calon pendidik, bahkan calon presiden sekalipun!”
“Nah, kenapa tidak kau ambil itu, bukankah itu sudah di depan matamu?”
“Tapi aku akan mengorbankan banyak hal Pa!”
“Bukankah selama ini kamu juga sudah berkorban lebih banyak demi cita-citamu itu?”
“Iya sih”
“Kau tidak akan mengetahui baik buruknya sesuatu bila kau belum jalani. Jangan takut akan bayang-bayang. Jalani sajalah dulu, setelah kau pahami, kau bisa terus atau mundur. Curup memang kota kecil nak. Tapi, yakinlah, Allah telah mentakdirkan dirimu untuk berada di sana. Ingat, kepala tikus jauh lebih baik dari buntut macan!”
********
Lamunanku buyar, seiring dengan suara roda pesawat menyentuh landasan pacu di Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu. Aku kembali ke Curup, kota kecil yang menjadi ibukota Kabupaten Rejanglebong, provinsi Bengkulu. Aku akan kembali, setelah 3 tahun aku menginggalkannya untuk meneruskan studiku di Yogyakarta. Aku diminta kembali, karena mereka membutuhkanku. Mereka memintaku untuk duduk bersama dengan mereka, dosen dan mahasiswa, guna berbagi ilmu.
Dengan penuh kebanggaan dan keharuan, aku jabati satu persatu tangan rekan-rekan sejawatku. Ah, mereka luar biasa! Mereka terlalu berharga untuk aku lupakan. Mereka adalah orang-orang yang telah memberikanku makna besar dalam hidup ini. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengharapkan kepulanganku. Dan mereka adalah orang-0rang yang telah membuktikan ucapan ayahku: “Kepala tikus lebih baik dari buntut macan!”
********
Curup, meski kota itu kecil dan banyak yang tidak mengenalnya, tapi aku bangga bisa menjadi salah satu warganya. Kota yang berudara sejuk itu telah berhasil menyejukkan diriku, dan bertekad segera kembali untuk melanjutkan cita-cita yang sudah kubangun dari dulu… 🙂
(bagi yang ingin tahu lebih jauh tentang Curup, klik disini)
yup, namanya mengabdi jd kepala tikus mgkn lebih berguna. Semua ilmu bs diterapkan, entah itu under request atau more than requested 🙂
Slmt berjuang, akhi..
____________________
Uda …
Kita jalani saja Uda apa yang telah digariskannya …
Jika abang tidak ke Curup … mungkin abang tidak punya kesempatan untuk ke Yogya kan Bang …
(mmm begitu kan bang ceritanya ???)(mohon dikoreksi kalau salah …)
Nanti kalau abang mesti balik ke Curup lagi …
Yogya bagemana bang ?
Bocah Kweni ?
Salam saya
NH18
____________________
kalo disini panas om, siang malam panas.
kalo hujan dingin tapi banjir.
____________________
Aku baru tahu istilah ini:
“Kepala tikus lebih baik dari buntut macan!”
Karena sesungguhnya aku sudah berpedoman ini sejak lama.
Karenanya aku tidak pilih Universitas Tokyo
Karenanya aku belum mengambil S3 dulu,
Karenanya aku menjalani kesempatan yang ada sebaik mungkin!.
Carpe Diem.
EM
___________________
Kalau ente tidak mengambil kesempatan di Curup, pasti nggak bakalan kuliah di Yogya. Kalau nggak kuliah di Yogya berarti nggak bakal jadi blogger (hi hi apa hubungannya?). Kalau nggak jadi blogger mana mungkin bisa bertemu dengan teman2 hebat di ranah maya; nggak bisa ketemu Bos Nh, Ime-chan, Jeung Lala, Bu Dyah, Bu Tuti, dsb. Walah, kok jadi ngelantur. Selamat berjuang Pak Dosen…
____________________
Nice wisdom… Mudah-mudahan setelah jadi kepala tikus, selanjutnya jadi kepala macan..hehehe…
Jadi ceritanya udah balik ke Curup apa akan balik ke Curup nih Uda?
____________________
Da, aku hanya ingin mengucapkan ribuan terima kasih atas postingan ini. Sungguh kata-kata ayah Uda sudah menyambarku: “Kepala tikus lebih baik dari buntut macan!”
Well, segarang-garangnya macan, apalah artinya kalau hanya buntutnya. Itu sungguh menyambarku.
Sekali lagi ribuan terima kasih sudah menuliskan postingan ini. Memberikan inspirasi, minimal aku.
Cerah selalu, Da!
____________________
Selamat berjuang Uda, semoga kesuksesan, kebahagiaan dan yg lebih penting lagi keberkahan selalu menyertai perjuangan Uda mencapai cita-cita.
____________________
Bagaimanapun juga, kepala tetap kepala. Tidak pernah ia menjadi buntut.
Benarbenar entrepreneur sejati!
____________________
sama seperti saat saya memutuskan untuk kembali ke kota medan setelah bersekolah di sydney. (hayah, nggak pantes banget contohnya, secara saya cuman dapat visa selama sekolah doang, dan memang harus pulang) maapken, da vizon.
saya pernah mendengar nama curup, tapi tidak tahu sebelumnya bahwa ada institusi pendidikan yang besar di sana. lebih tidak tahu lagi bahwa banyak orang-orang super hebat yang mengabdi di tempat itu, termasuk nantinya seorang bloger bernama vizon.
da, kepala tikus memang lebih baik daripada buntut macan. tapi membaca komentar DM saya malah ngebayangin kepala DM berbuntut macan. hihi. *ditempeleng*
____________________
Semoga persiapannya berjalan lancar ya, Da..
Dan kembali menikmati curup yang dulu sudah menjadi pilihan uda.
Aku baru tau istilah itu Uda, mungkin hampir sama dengan :”Lebih baik jadi macan dikandang kambing daripada jadi kambing dikandang macan”
Ih, sama nggak sih? Ngeri gitu perumpamaannya…hihihi.
Lebih enak kalimat Ayahnya Uda Vizon deh, kayaknya… 🙂
Sukses terus, Uda dimanapun dikau berada…
ya mas dimanapun jika kita berniat mencari sesuatu untuk kebajikan Insya Allah kita akan dijamin
seperti saya yang agak deg-degan serr juga mungkin sebentar lagi saya akan melenggang meningglkan Banten dan Pulau jawa soalnya status saya adalah pegawai pusat jadinya kalau mtuasi muter-muter se indonesia hehehe
Pepatah tersebut mungkin ada korelasi dengan fenomena banyaknya partai dalam pemilu sekarang. Para tokoh berlomba ingin menjadi “kepala tikus”, berlomba mendirikan partai dan menjadi pimpinan, meski di partai gurem yang tak laku di mata rakyat. Mereka tak sudi jadi “buntut macan”, tak sudi bergabung di partai besar dan mengikuti mekanisme internal partai dalam menggodok pimpinan. Karena bernafsu menjadi “kepala tikus”, akhirnya mereka menjadi pemimpin genit yang ingin dikarbit sehingga tak meraih simpati rakyat.
Menjadi sesuatu yang kita pilih dengan hati tentu berbeda hasilnya jika kita memilih sesuatu dengan pretensi, dengan maksud dan tujuan
dan Uda sudah memilih suatu profesi yang mulia yang Uda jalankan dengan sepenuh jiwa….
Menjadi dosen dan menjadikan seseorang menjadi yang berguna , tidak semua orang memiliki kesempatan itu….
berbahagialah Uda
“Kepala tikus lebih baik dari buntut macan!”
maksude piye to??
saya kok bingung……
apa sama dng ikan keceil di kolam besar lebih baik dari ikan besar di kolam kecil???
mhn pencerahan…
Makanya Saya kerja di Duri Uda 🙂
lebih baik jadi kepala tikus daripada buntut macan 😀