Belajar Dari Seorang Pengamen

Hari Minggu biasanya aku manfaatkan dengan bermain bersama anak-anakku, entah di rumah ataupun di luar rumah. Hari Minggu kemarin, 9 Maret 2008, kami manfaatkan dengan melakukan kerja bakti bersih-bersih halaman depan. Mulai dari sapu-menyapu sampai membereskan tanaman. Tidak lupa juga jemur-jemur kasur. “Ih, kasurnya bau pesing siapa nih?”, celetukku ketika mengangkat kasur-kasur itu keluar. Serentak anak-anakku menjawab, “adeeek…!“, sambil nunjuk ke Fatih, anak bungsuku. Sontak tawa kami meledak, dan yang diledek juga ikut-ikutan tertawa. Menyenangkan sekali.

Di tengah kami asyik dengan pekerjaan kami, tiba-tiba sayup-sayup kami dengar nyanyian dari seorang pengamen. Sepertinya dari rumah sebelah. Spontan Fatih memintaku untuk memanggil pengamen itu ke rumah kami. Akupun menyetujuinya. Dan begitu pengamen itu lewat di depan rumah, akupun memintanya untuk mampir dan bernyanyi di hadapan kami.

Karena melihat sebagian besar audiensnya adalah anak-anak, si pengamen pun menyanyikan lagu “Balonku”. Secara mengejutkan, Fatih protes, “Moh lagu itu…!”.

Akupun bertanya, “Fatih maunya lagu apa?”.

Tuhan kilim….!” jawabnya dengan lantang lewat lidah cadelnya.

Oh, ternyata lagu yang dimaksudnya adalah “Munajat Cinta” yang dinyanyikan Ahmad Dhani bersama group The Rock. Kalimat yang dikutip anakku tadi adalah penggalan dari bagian reff lagu tersebut; Tuhan kirimkanlah aku, kekasih yang baik hati, yang mencintai aku, apa adanya…

Akupun tertawa terpingkal-pingkal mendengar permintaannya itu. Dan si Mas Pengamen pun meresponnya dengan baik. Dia mulai menyanyikannya. Ketika sampai pada bagian reff-nya, Fatih dan Nazhif (anakku yang ketiga), ikut menyanyikannya dengan suara khas anak-anak dan sudah pasti dengan lidah cadel mereka. Kami yang melihatnya tertawa habis. Dalam hati aku bahagia sekaligus prihatin. Rupanya anak-anakku sudah ketularan Idola Cilik RCTI; anak-anak yang menyanyikan lagu orang dewasa. Yah… ada pe-er lain bagiku dan istri untuk menjaga bakat sekaligus akhlak anak-anakku di tengah gempuran pengaruh media televisi.

Sebelum lagunya habis dinyanyikan, akupun memberikan anak-anakku, Fatih dan Nazhif, masing-masing satu lembar uang seribu rupiah. Fatih langsung memberikannya kepada si Mas Pengamen, dan si Mas itupun menerimanya kemudian melanjutkan kembali nyanyiannya. Yang mengejutkanku adalah, ketika Nazhif pun ingin memberikan uangnya, si Mas itu menolaknya dan mengatakan, “Udah…”

Wah, sebuah sikap yang tidak biasa! Pengamen itu secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa dia hanya ingin dibayar sebanyak apa yang dikerjakannya. Karena dia hanya menyanyikan satu lagu, maka dia merasa bahwa dia hanya pantas dibayar seribu perak! Sebuah sikap yang sangat kontras dengan sikap kebanyakan manusia di era postmodern yang serba matrealistik ini. Aku benar-benar tergugah!

Pengamen itu telah menjadi “guru” bagiku. Dia mengajari bagaimana caranya menghargai diri sendiri; “Terimalah bayaran, sesuai dengan apa yang kau kerjakan“. Indah sekali pelajaran ini. Jujur, aku sering menerima “upah” lebih dari apa yang aku kerjakan, meski kadang sering juga sebaliknya. Sebuah sikap yang tidak fair sebetulnya, ketika aku “memprotes” dalam hati, bila memperoleh bayaran sedikit, padahal yang kukerjakan “lebih”, tapi di lain waktu, ketika aku memperoleh bayaran yang lebih dari yang kukerjakan, aku hanya diam dan menganggap bahwa itu adalah rejeki lebih dari Tuhan. Sikap pengamen itu membuka mataku. Mudah-mudahan aku bisa menirunya. Terima kasih Mas…

Nazhif agak kecewa ketika ditolak oleh si Mas itu. Akupun tidak membiarkannya, maka ku minta si Mas itu untuk menyanyikan satu buah lagu lagi. Dan jadilah “konser” itu ditutup dengan lagu “Sebelum Cahaya” milik Letto.

Sesaat lagu itu habis, sang Pengamen itu pun berlalu dan meninggalkan kesan mendalam di hatiku. Sayup-sayup masih terngiang di telingaku nyanyian terakhirnya; “Ingatkah engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang kan menemanimu, sebelum cahaya….”

Ya… dialah embun pagi itu…. 🙂

7 thoughts on “Belajar Dari Seorang Pengamen

  1. Zon, ceritanya sangat menyentuh.
    Ente kumpulin deh, 20-30 cerita seperti ini.
    Udah bisa jadi buku laris seperti Jamil Azzaini atau Gede Prama. Mereka juga cuma ngumpulin cerita. Bravo si pengamen…Eh, Vizon…
    _______________________

    Kayak 30 Mutiara Kisah itu ya Bro…
    Doain aja, biar aku sering menemukan kisah seperti ini.
    Tapi, menunggu sampai dapat 20-30 cerita, kayaknya kelamaan kali ya… hehe… 🙂

  2. Kalau di Jakarta Zon, kebalikannya. Pengamen itu ngga pernah nyanyiin lagu sampai habis. Baru nyanyiin sebentar, udah teriak-teriak: “Permisi….!”, ee. pas udah dikasih uangnya, lagunya itu ngga pernah diterusin, langsung ngacir aja ke rumah sebelah. Jadinya, kadang bikin males aja ngasih jadinya…….

    ______________________

    Di Jogja juga amat sangat banyak yang seperti itu. Paling banyak tu di Malioboro dan Pasar Minggu Pagi UGM. Baru aja kita duduk di lesehan, udah “antri” para pengamen itu; mulai dari si mbok2 dg alat seadanya (bahkan hanya tepokan tangan), sampai yg sok profesional pake alat lengkap…
    Si Mas yg kuceritakan ini, adalah makhluk Tuhan paling seksi langka, yg pernah kutemukan…. 🙂

  3. jika ingin meneduhkan hati, maka lihatlah kebawah. dengan begitu kita bisa melihat dengan mata hati kejadian2 “sepele” yang justru disitulah kita belajar. namun kebanyakan kita tidak mau menunduk sehingga suatu saat ia tersandung.

    ______________________

    seperti lagunya Sherina, “Lihat Lebih Dekat”:
    Mengapa bintang bersinar
    Mengapa air mengalir
    Mengapa dunia berputar
    Lihat segalanya lebih dekat
    Dan ‘ku akan mengerti

    sering kita memandang sesuatu hanya dari “permukaan”, dan melupakan sesuatu yg lebih dalam di balik permukaan itu…

  4. Salam kenal,mas. Memang, pelajaran bisa kita petik dari peristiwa apa saja, asal dengan pemikiran jernih. Kebanyakan qita memandang seseorang dari fisik dan materi. Salam. Terima kasih dah berkunjung di blog saya

    ______________________

    Salam kenal juga… semoga kita semakin bijak memandang setiap kejadian yg kita alami…
    Terima kasih juga telah menjadikan saya “sahabat” anda…

  5. Waduh terinspirasi pengen buat cerpen dg versi berbeda.

    ______________________

    Terima kasih kalau cerita saya bisa menginspirasi. Ditunggu Bang cerpennya….

Leave a comment